Faisal Saidi

Esai

Ads

Puisi

Cerpen

Esai

Video

Sunday, March 17, 2019

Bersikap Jomblo di Lokasi KKS

https://www.google.com/search?q=karikatur+jomblo&safe=strict&client=ms-android


Apakah benar kuliah kerja sosial (KKS) adalah pengabdian terakhir kepada masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa akhir studi?
Jawabannya sepenuhnya saya percayakan kepada Anda – baik yang sudah melewati fase ini atau yang sementara menjalaninya.

       Baru masuk Minggu kedua pengabdian, saya makin pesimis menganggap KKS adalah bagian dari pengabdian mahasiswa pada masyarakat. Sebenarnya KKS juga bukan pengabdian terakhir kita  pada masyarakat, sih. Kurun waktu 2 (dua) bulan bagi saya adalah waktu yang sangat singkat mengabadikan diri kita pada masyarakat. Bahkan dalam mengabdi, tidak perlu dibatasi skala waktunya. Pengabdian kaum terdidik adalah pengabdian seumur hidup. Hiyeaaaa

      Mula-mula alurnya begini: Sebelum pada akhirnya mahasiswa KKS sampai di Desa tempat pengabdian, ada semacam kekhawatiran berjamaah yang disimpan di lubuk hati paling dalam oleh mahasiswa KKS. Khawatir kalau nanti ditempatkan di Desa paling terpencil, khawatir dengan Desa yang minim akan jaringan internet, khawatir kalau saja ditempatkan di Desa yang lokasinya harus melewati 10 gunung dan 7 lembah, dan yang paling gempar adalah; khawatir kalau saja nanti tidak mendapatkan teman perempuan atau laki-laki yang cantik, ganteng, putih, baik, pintar, dan semua kategori sempurna lainya, Hinjehhh. Maka hal itu berimbas serta menjadi ujian terbesar bagi mahasiswa yang pas-pasan, yang tidak diharapkan hadir. Bersabarlah, tuhan di sisi kalian.

     Setelah itu, masuklah pada tahap perkenalan serta lirikan mata penuh harap. Semua mahasiswa mencari teman selokasinya. Berkenalan nama, ada yang kecewa karena niatnya tidak tercapai, ada juga yang amat bahagia – sekalipun Desanya melewati 10 gunung dan 7 lembah, asal keinginannya bertemu dengan teman ganteng dan cantik terkabul. Ada juga yang menganggap semuanya sama. Mau Desanya terpencil atau tidak, mau teman selokasinya ganteng atau cantik, mau Desanya melewati 200 gunung sekaligus, dia tetap tegar dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa (biasanya mahasiswa seperti ini adalah akumulasi dari sifat mahasiswa yang pluralis, pragmatis, dan higienis. Juga mahasiswa yang terpaksa harus turun KKS).

     Saling lempar nama sudah selesai. Masuklah pada tahap peleburan sifat atau bisa saja langsung pada peleburan hati. Cieeeah. Di bagian ini, kerap ada teman yang merasa iri karena perhatian sepihak, ada teman yang cemburu karena terlalu romantis, tak jarang juga ada teman selokasi yang baku hantam gara-gara saling melukai hati. Anjrit, kan.

     Nah. Di sini juga sebenarnya bisa kita lihat ukuran yang jelas serta apa sebenarnya orientasi mahasiswa KKS mengabdikan diri di masyarakat. Jangan-jangan hanya mengabdikan hati, kemudian berharap menuju pelaminan. Di tahap ini juga, bisa kita lihat siapa yang benar-benar bekerja karena dia memang tipikal pekerja, dan siapa yang bekerja karena ada dukungan emosi, rasa dan cinta akan teman selokasinya (biasanya orang seperti itu, ketika jatuh, maka akan runtuh segala sifat kemanusiaannya). 

      Yang paling rumit, ruwet, dan kacau adalah ketika ada yang mengaku jomblo karena terlanjur sayang pada teman selokasinya. Karena pengakuan ekstrem itu, semua yang menandakan bahwa dia benar-benar jomblo pun dilakukan di luar dari dugaan. Misalnya; menghapus sementara foto-foto dia dan pasangan yang ada di gawai, membisukan status WA dan IG, menghilangkan personal status sementara waktu, menonaktifkan nomor Hp dengan alasan “susah Skali jaringan di sini sayang uti”, dan yang paling tragis adalah, dengan segala sikap mencari kesalahan pasangannya sekecil apa pun, serta menembus jalur putus (padahal persiapan nikah sudah 70%), dengan alasan yang sedikit ciamik “untuk sementara baku badiam dulu Torang a, soalnya Ng kuat ba tuduh yang tidak-tidak, padahal kita ada ba bae-bae di sini. Somo ilang fokus kita kalau begitu”. Taekk, kan.

      Status jomblo di lokasi KKS mulai melebar. Itu ditandai dengan status WhatsApp teman saya yang rata-rata mulai menggelikan. Ada yang memasang fotonya dengan caption “baru foto sendiri, kapan foto bersama pasangan”, ada juga “sendiri dulu, sapa tahu besok ada yang mau datang” , sampai “nanti mo babataria akan baru Ng tau kita suka ngana?”

      Itu pun, mahasiswa yang mendeklarasikan dirinya jomblo adalah orang-orang yang terhitung beruntung. Paling tidak, mereka sedikit terselamatkan dengan niat awal tadi. Juga berubah menjadi pekerja keras (sekalipun pencitraan).  Lah, bagaimana dengan mahasiswa yang di lokasinya melewati 10 gunung 7 lembah, dengan Desa yang tidak memiliki jaringan internet, belum  lagi tidak ada teman yang ganteng, cantik, baik, rajin, pintar di lokasinya. Ampunnn! Saya pastikan tuhan bersama Kalian.

     Saran saya; fungsikan sebenar-benarnya para remaja muda di Desa Anda. Sapa tahu bisa terselamatkan niat Anda dan bisa mendeklarasikan status jomblo Anda. Juga bisa ikut menyuplai status di WhatsApp “terima kasih telah bersamaku selama 2 bulan di lokasi ini. Kau adalah pejuangku” hahahaha.

      Status jomblo memang bersifat tentatif. Dia berubah seiring berkembangnya hati dan lokasi ditempatinya. Jomblo tak ubahnya seperti mafia kelas internasional, cenderung ingin melakukan kejahatan di tingkat elite, dan wilayah keuntungan yang sangat besar, serta tak jarang pula kalau ada kesempatan tersedia, mereka melakukan kejahatan di tingkat bawah dengan membawa iming-iming kesejahteraan, serta suka berhijab di balik murninya Agama. 

      Menurut teman saya yang kehidupannya di bawah rata-rata; Jomblo yang baik adalah jomblo yang menghormati pasangan orang lain. Beda lagi dengan teman saya yang kehidupannya bisa dikatakan sedikit mampu; Jomblo yang baik adalah jomblo yang memberikan kesempatan bagi orang lain untuk menghargai waktu. Dan terakhir, bagi teman saya yang kehidupannya kaya dan terpenuhi keinginannya; Jomblo yang baik adalah jomblo menguasai semua hal. Manfaatkanlah status jomblomu itu untuk mendekati orang lain. Jomblo itu adalah lambang dari semua kebebasan.
.
Jangan lupa tertawa. Salam hormat


_______
Sumalata, 17 Maret 2019

Friday, December 21, 2018

Alfatihah Ibu. Selamat Hari Ibu

Gambar; Google.com; Ibu.

Selamat hari Ibu. Untukmu yang masih sempat mencium tangan Ibu, untukmu yang masih bisa bertegur sapa dengan Ibu. Untukmu yang masih diberikan kesempatan memberikan terbaik kepada Ibu. Peluk erat dan mintalah doa kepadanya. Sebaik-baik doa di muka bumi ini adalah; doa seorang Ibu kepada anaknya.

Untukmu yang tidak sempat bertemu dengan Ibu. Untukmu yang tidak lagi melihat senyum Ibu. Untukmu yang tidak dapat lagi mencium tangan Ibu. Ziarahlah makam Ibu, Berdoalah di sana. Sisipkan doa di akhir sujudmu. Dan mintalah restu Ibu dalam setiap waktu di sepertiga malam. Restu dan doanya akan menyelamatkanmu  dalam perjalanan dunia..

•••

       Berhubung hari Ibu. Saya ingin menulis seputar kehidupan saya bersama Ibu. Tapi sebelumnya, saya perlu akui bahwa; saya tidak tahu sama sekali ternyata tanggal 22 Desember ini adalah hari di mana seluruh anak dengan ramai mendoakan Ibunya. Baru setelah banyak status berkeliaran di lini masa akun Facebook yang mengucapkan selamat hari Ibu, maka saya pun berpikir untuk mengabadikan hari Ibu dengan menulis waktu saya bersama Ibu – walaupun tidak banyak waktu saya bersamanya.

      Iya. Kehidupan saya bersama Ibu tidak menyenangkan seperti yang kamu pikirkan. Juga waktu saya bersama Ibu, tidak sebanyak seperti yang kamu kira. Bahkan tak banyak yang saya ingat tentang Ibu. Satu-satunya ingatan yang kuat di benak saya tentang Ibu adalah kesabarannya. Iya, sama dengan orang tua perempuan pada umumnya. Ibu adalah perempuan pertama yang saya kenal dengan kesabarannya. Selain itu, saya kenal Ibu hanya sekedar nama. “Mama”, dan orang memanggilnya, Suwarni.

       Seperti yang saya jelaskan di atas. Waktu saya bersama Ibu sangat tidak banyak. Saya kenal Ibu ketika duduk di bangku kelas 3 SD. Kenal dalam artian di sini adalah telah paham sedikitnya tentang raut wajah Ibu, tentang kepribadian Ibu, tentang siapa sebenarnya Ibu saya. Dan tentu sudah paham dengan kondisi kehidupan keluarga. Di umur belia seperti itu, Saya kenal, sangat kenal dengan Ibu. Pengenalan saya dengan Ibu bermula ketika saya merawat dia sakit. Menyuapi Ibu makan, membantu Ibu berjalan, bermain dengan Ibu, serta menghafal perkalian di depan Ibu setelah malam tiba – akhirnya hal ini menjadi rutinitas saya dan Ibu.

     Saya sungguh tidak tahu apa penyebab Ibu sakit sampai tidak bisa berdiri itu. Yang saya tahu saat itu adalah bagaimana merawat Ibu dan bermain dengannya. Konon kata orang, Ibu sakit bertahun lamanya. Tapi saya  tidak tahu. Saya benar-benar belum tahu, bisanya Ibu sakit selama itu. Dan kata orang, ketika Ibu sakit, Ayah dan saudara kandung saya yang merawat Ibu di rumah. Sebelum pada akhirnya Ibu meninggal ketika saya duduk di bangku kelas 5 SD. Sementara itu, ayah yang merawat Ibu dengan tulus dan sayang itu justru lebih dulu meninggal ketika saya duduk di bangku kelas 4 SD. Ayah mendahului Ibu bertemu sang Khaliq. Keduanya pergi hanya berbeda setahun.

      Ada hal yang luar biasa dengan Ibu. Ibu adalah perempuan yang sangat mencintai Ayah saya. Saking cintanya Ibu kepada Ayah, orang-orang, termasuk saudara kandung saya takut untuk memberitahukan kepada Ibu kalau saja ada yang terjadi kepada Ayah. Termasuk ketika Ayah meninggal. Saya ingat betul. Waktu itu, Ayah saya dikabarkan meninggal di Rumah Sakit. Sebelum jasad Ayah dibawa ke rumah, Ibu yang saat sakit dan nyaris tidak bersuara – hanya menggunakan sandi bicara itu, diantar di rumah orang tuanya. Selain kondisi Ibu yang tidak memungkinkan mendengar kabar Ayah telah meninggal, Ibu juga tidak bisa mendengar kalau saja Ayah terjadi apa-apa, reaksi yang muncul dari Ibu pasti marah besar, dan menangis keras kalau saja dia tahu bahwa ada yang terjadi dengan Ayah.

     Sore, jasad Ayah tiba di rumah. Keluarga, tetangga, dan kerabat Ayah berkumpul di sana. Tenda-tenda telah diatur rapi, suara menangis menggema di dalam rumah.

“Kinapa ini? So banyak orang ba kumpul bagini ada apa?”, tanya Ibu dengan suara kurang jelas dan keheranan.
“tidak. Mo beken acara Torang”, kakak saya menimpali pertanyaan Ibu dengan nada hati-hati.
“Mana te Radi, mana? Radi. Radi. Radi” Suara ibu meninggi dan menyebut-nyebut nama Ayah.
“Ada ti papa di kamar, ada tidor, capek dia, kurang sehat olo”, dengan menahan tangisnya, kakak saya kembali menjawab pertanyaan Ibu.
“Mana dia? Ti mama mo Lia dia ada saki, ti mama suka mo Lia dia”, ucap Ibu sambil menahan air mata.

 Singkat cerita. Keluarga dan saudara kandung saya akhirnya mengijinkan Ibu menemui Ayah yang tergeletak di pembaringan. Suasana semakin dramatis. Ibu yang saat itu pun percaya bahwa dia bertemu dengan Ayah yang sedang sakit, bukan yang telah meninggal.

“Radi, Radi. Saki apa ngana? Kenapa Ng tidak mo jawab ey. Radi. Ba sehat-sehat kasana ng”, ucap Ibu ketika berhadapan dengan Ayah, juga wajah ayah di usap penuh kasih oleh Ibu.
“kinapa ngana tidak basuara? Ngana marah kita ini? Radi!”, ucap Ibu dengan jatuhnya air mata.
“Mama, kase biar dulu ti papa istrhat a. Sadiki lagi somo sembuh itu”, kakak saya segera menangkan Ibu dan juga menuntun Ibu keluar dari kamar tempat Ayah berbaring.

      Setelah Ayah dikebumikan, beberapa hari kemudian, baru Ibu sadar, ternyata Ayah telah pergi dan meninggalkan kita semua. Ibu menangis, terisak-isak tiap malamnya, pada akhirnya menyusul Ayah setahun berikutnya.

•••

      Waktu saya bersama Ibu, benar-benar sedikit. Saya tidak sempat bermain banyak dengan dia, berbagi cerita bersamanya, dan memanjakan diri bersamanya. Di hari Ibu ini, sedikit saya cemburu. Cemburu dengan leluasa orang lain menggandeng tangan Ibunya, melihat banyak orang dengan senang berfoto dengan Ibu mereka, dan mengucapkan “selamat hari Ibu”. Tapi cemburu ini sedikit lagi akan reda. Hanya bersifat sementara, sebab, bertahun-tahun kebiasaan cemburu saya hanya bertahan tidak lama. Cemburu akan sembuh ketika doa telah saya panjatkan kepada Ibu.

Terakhir. Gunakanlah waktumu sebaik-baiknya bersama Ibu.

Alloohummaghfirlii waliwaalidayya warham humma kamaa rabbayaa nii shaghiiraa



Thursday, November 29, 2018

TOLONG CARI MUKA SAYA


Sumber Gambar; Ig;@banggaber

Aku mohon maaf pada kalian. Pada akhirnya aku merepotkan seluruh Manusia yang masih bernafas. Termasuk, Usman, sahabat seperjuangan. Kalau saja, Usman telah meninggal, tak ada orang yang dengan mati-matian membelaku dan menemani mencari mukaku yang hilang. Sebenarnya ini kali kedua aku mencari muka yang hilang. Namun, di pencarian kedua ini agak sulit aku lalui. Itu karena mukaku sudah tidak laris lagi di pasaran. Banyak muka baru yang muncul dengan wajah berseri, elok, dilengkapi bersama senyum manis – polos ketulusan. Makanya mukaku hilang di buang entah kemana. Habis, parah, mati riwayatku.

Agar kita lebih akrab, juga supaya Anda lebih mudah mencari mukaku yang hilang itu entah di mana. Tetapi sebelumnya, izinkan aku berkenalan lebih dulu, dan menceritakan setidak-tidaknya sedikit latar belakangku. Siapa tahu Anda sudah  mengenalku lebih dulu, atau pernah bertemu denganku baik itu di jalananan, di panggung, di acara takziah, di acara hari-hari besar. Siapa tahu, kan. Sebab aku akrab di tempat seperti itu.

Oke. Namaku Wajah Purnama. Aku lahir di pekarangan sawah, umur 20 tahun Aku meninggalkan Desa kumuh, dan memilih menetap di perkotaan. Pendidikanku tak seelok anak-anak kota pada umumnya – Aku juga tak ingin ambil pusing soal itu. Di kota aku menempuh pendidikan formal S1 Matematika. Sama saja, tak ada yang menarik dengan kuliahku. Bangunan megah tempat pendidikan tinggi itu masih saja menyimpan formasi lama. NKK/BKK  yang dirumuskan Presiden Indonesia kala itu, guna menyumbat nalar kritis Mahasiswa masih menetap setia berdiri. Bahkan semakin massif saja format itu berjalan. Karena tidak ada pilihan lain, aku pun ikut menikmati sisa-sisa perjuangan pak Harto itu. Kau tahu? Berkat Pak Harto, Aku banyak mendapat keuntungan hanya dengan berkiprah di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Kalau Anda tertarik, tugasmu hanya mengakali Mahasiswa dan dosen, kuncinya hanya perlu siasat matang dan terukur. 

Setelah menikmati banyak keuntungan di BEM, Aku mulai berafiliasi dengan dunia wartawan. Selama 8 tahun lamanya Aku menjadi wartawan lokal Kota. Sama dengan wartawan lainya, Tugasku mencari berita, menawarkan kerja sama dengan pemerintah daerah (agar ada pemasukan), mencari kesalahan para kepala dinas, lantas menyodorkan profosal perdamaian, menerbitkan berita sesuai jumlah donasi, menakuti warga, dan minum menyeruput kopi di kedai. Sesederhana itu kerjaanku menjadi wartawan. Menarik, bukan?

Setalah lelah menjadi wartawan, kebetulan Aku diberikan tawaran masuk partai politik. Katanya (ketua partai politik) Aku adalah kader mempuni serta layak untuk mendapat posisi strategis di partai itu. Lalu katanya, Aku akan diusung menjadi bursa anggota DPR Kota. Kebetulan juga, Ketua Partai ini, adalah satu-satunya orang yang senang memberiku dana dan setia mengisi kolom berita di waktu Aku menjadi wartawan. Oleh itu, Aku terima tawaran untuk menjadi kader partai dan menjadi calon anggota DPR Kota. Barangkali Tuhan memang selalu baik denganku. Setelah selesainya seluruh pencoblosan di TPS-TPS Kota, melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU), Aku dinyatakan terpilih menjadi anggota DPR Kota. Hal demikian juga terwujud berkat ketua partai dengan lihainya menyogok ketua KPU. Bukan hanya itu, sebab rahasia birahi ketua KPU, Aku yang tahu. Jadi semua berjalan lancar, sehingga hasil baik bagiku dan partai.

Masuklah Aku kedalam politik busuk. Kau tahu, kerjaanku sebagai anggota DPR ini sangat mengejutkan. Kerjaan jangka pendek; melakukan perjalanan dinas. Kerjaan jangka menengah; mengesahkan anggaran, lalu Aku mendapat setengah persen dari pengesahan itu, menjalankan reses kecil berdampak penghasilan besar. Kerjaan jangka panjang; berhura-hura, menyimpan uang sebanyak-banyaknya.

Nah, pikiranku oleng ketika masuk di tahun ke-empat manjadi anggota DPR. Masa sulit, bisa jadi masa suramku. Di tahun terakhir menjadi anggota DPR Kota. Aku menuai banyak protes, hal itu disebabkan oleh rekanku menghianati aku secara diam-diam. Semua keburukanku di tayangkan kepada masyarakat. Aku tak mampu mengelak lagi. Benar, hanya seorang penghinat yang mampu menghancurkan Negeri ini.

Esoknya, mukaku ditemukan tepat di corong selokan. Esoknya lagi, mukaku ditemukan di pasar Senen Kota. Akhirnya mukaku berkeliaran – terbuang. Aku dikeluarkan dari partai itu, karena mereka melihat elektabilitasku habis di makan serakah. Banyak muka baru yang muncul, dengan dalih pembangunan. Aku menjadi sampah di tengah masyarakat. Sumpah serapah menyudutkanku di gang kemirisan. Pikirku saat ini, bagaiman mengobati situasi ini agar pulih kembali? Bagaimana caranya agar Aku terterima lagi? Bagaimana melakukan tindakan agar ada kepercayaan kembali?

 Pada saat kekacaun berlangsung, Aku hanya bisa berkata; “Jalan terakhir yang perlu di tempuh adalah mendekatkan diri sepenuh hati kepada pimpinan daerah (Walikota). Agar aku tetap terterima. Ini juga demi kebutuhanku kedepan agar aku mulus untuk melaju di periode kedua anggota DPR. Karena, Usman adalah juru bicara Walikota, maka. Usman, adalah orang yang bisa membantuku saat ini untuk melakukan mediasi permohonan bergabung kepada Walikota. Kau tahu kenapa, Usman dengan antusiasnya mencari mukaku? Kalau tidak dengan begitu, rahasia, Usman waktu melakukan tindakan penganiayaan warga Kota yang berakibat meninggal akan aku laporkan. Ini adalah peluru terakhirku.

Usman, Aku, dan sangat memohon pertolongan Anda. Sekiranya kalau punya waktu luang, “MOHON BANTU TEMUKAN MUKA SAYA"

Tuesday, September 18, 2018

UMPAMANYA!


Umpamanya; malam itu kita berdiri riang – sangat riang. Seketika kita menerima kado para tamu undangan, karangan bunga bertuliskan “Selamat menempuh hidup baru”, juga sebanyak doa dan restu oleh segenap Manusia dan alam. Kau dengan tata rias sesuai kesukaanmu, aku dengan tata rias seleraku. Malam itu sungguh sesuai impianmu. Sesederhana mungkin.

Umpamanya; bulan madu akan kita jadikan petualangan bersama. Hari pertama kita habiskan dengan mendaki. Sesuai mimpimu, menjadikan tenda sebagai pengayom pertama di kala tidur malam kita. Melibatkan alam dalam keceriaan kita. Kopi hitam kau seduh, guna pengawet dingin malam. Hari kedua kita tuntaskan di pesisir pantai, ini kesukaanku. Secara bergantian kita membaca puisi yang diiringi debur ombak. Susu coklat kesukaanmu telah ku seduh, agar malam makin manis. Dan kita saling kemas.

Umpamanya; kita merajut hidup bersama – selamanya di tempat yang asri. Burung, udara segar, dan embun selalu lalu lalang di hadapan kita. Rumah kecil nan indah selalu dikerumuni oleh senja di sore hari. Di tempat itu, alam adalah sahabat terbaik kita. Di tempat itu, jauh dari kesengsaraan kota dan hiruk-pikuknya.

Umpamanya; keutuhan kita memiliki ciri khas tersendiri, sama-sama menghargai hobi, menaklukan alam dengan potensi dan juga rasa cinta kita masing-masing, menjunjung tinggi hak bermanusia. Keutuhan kita adalah energi bagi semua Mahluk.

Umpamanya; setelah malam tiba, sebelum nyenyak merasuki, kita selalu membuka diskusi kecil. Soal hasil bacaan, pertukaran pendapat, menajamkan analisa – hingga berakhir sampai peluk.

Umpamanya; ketika titipan Tuhan lahir (anak), tatkala dialah penerus kecintaan kita kepada Mahluk. Mengabdi pada penciptanya, dan meneruskan kehebohan kita di muka bumi.

Umpamanya; kita hidup menua bersama, keriput bersama, dan sampai pada napas kita terhenti.

Sekali lagi. Umpamanya; dari semua itu, Adalah AKU yang menjadi mimpimu, dan KAU adalah mimpiku. Maka berbahagialah KITA.

19, September 2018

Sunday, August 19, 2018

Kau dan Juli 2018


Aku, pencinta bulan Mei, yang menyesali kekejaman Juli.

Dengan segala kesaksian.
Kita kembali sampai pada bulan yang pernah kita harapankan berakhir tenang. Sangat tenang, sampai aku lupa pada imaji rasa yang kau lukiskan ke dalam benak sepi, perlahan diusap menghilang.

Terhapus tanpa meninggalkan kelam. Lalu, alih-alih harapan akan menuai buah manis setelah berjalan, lagi aku harus dihadapkan pada sebuah kenyataan pedih.

Juli memang jahat. Terlalu jahat. Sampai aku, sosok yang pernah berimajinasi untuk memilikimu, mati perlahan meneguk pil pahit dari kenyataan. Kau yang menciptakan semua semu ini, hingga kewarasanku hilang.

Kau membunuhku perlahan, di balik senyummu yang sekarang hanya ku lihat sebagai beling yang siap menusuk lebih dalam. Mengoyak perasaan, larut bersama kehampaan yang kini masuk ke relung luka paling dalam

Kau memutuskan untuk pergi, bersama Juli yang pula telah kehilangan hari. Tidak cukup bagi dia kembali melangkah, karena telah habis masanya untuk menyapa. Mati sudah aku terkoyak rindu, membusuk aku babak belur dihajar harapan tak bertepi.

Selamat untuk hatimu yang akan hidup di suatu kepastian, sebuah kepastian yang pernah aku sangka akan ada aku di dalamnya. Rupanya, aku hanya tempat kau mengubah air mata menjadi tawa. Bukan mengubah sebenarnya, aku hanyalah tempat kau menukar airmata sedihmu dengan tawaku.

Saat aku percaya memberimu sukacita, kau dengan serta merta hanya meninggalkan duka. Setelah itu, kau bebas pergi melangkah tanpa pernah tersirat hati untuk menoleh lukaku yang terus mengangah. Tak ku sangka sekejam itu kau dan Juli.

Terimakasih walau pedih, aku tetap berusaha sebijaksana mungkin menerima perih. Patah hatiku selalu bijaksana, menjadi visual paling baik di mana aku bisa menuntaskan luka.

Sebuah puisi aku tulis untukmu dan Juli. Ya, untukmu yang ternyata berhasil berpura-pura menyapaku dalam rasa. Dan untuk Juli, yang telah menemaniku sepanjang hari. sebuah perjalanan panjang yang menuntunku menuju patah hati paling elegan. Hingga ujung bulan sebelum rasa memilih untuk benar-benar tenggelam

Mei akan tetap terpatri, Juli akan tetap terkenang, kau akan tetap menjadi diriku di dunia fana.



Saturday, June 23, 2018

Akan datang suatu masa



Calakanya, aku tak begitu hebat berpura-pura.
Mecintatai? Aku perlihatkan tanpa drama
Merindu? Aku kabarkan tanpa tanggung
Menyayangi? Aku lakukan tanpa alasan

Baiklah. Mari kita mulai semuanya dengan sadar.
Aku relakan kau dengan duniamu, dan aku sebagai duniaku.

Kelak, siapapun yang akan hidup di masa yang datang. Kupastikan, mereka akan paham bagaimana mencintai tanpa balasan, bagaimana merindu tanpa tanggapan, bagaimana menyanyangi tanpa kepemilikan. Sebab, tulisanku tentangmu, tentang bagaima tulusnya mencintai. Bakalan di lahap habis oleh mereka yang akan hidup di masa datang.
Aku percaya itu.

Kau tak usah khawatir, nanti di satu masa juga, kau menjadi perempuan idaman. Yang semua orang berebut duduk dan mendengar kisahmu. Sebab ada rasa yang tak sama sekali merana, ada juga hati yang sama sekali tak mengembala. Disitulah, kau tularkan benih pengorbanan.

Pada masa yang sama. Semua menyerukan namamu berkali-kali.



Gorontalo, 23 Juni 2018

Tuesday, June 19, 2018

Pu’Ade[1]




  1. Semenjak itu, aku tak berani lagi jatuh cinta. Tak ingin bermain rasa, tak ingin lagi sumbang harap.
Semenjak itu, aku tak berani kenal perempuan, tak ingin menanam rindu, tak ingin membuka ruang.
Dan semenjak itu, aku ingin bebas    sebebas-bebasnya menikmati hidup tanpa ‘dirimu,’ di sana!

Bukan peduliku. Bagiku, Setelah cukup lama menghabiskan waktu memecahkan teka-teki yang kau suguhkan, sudah waktunya untuku mengubur dalam perihal cerita pendek tentang ‘kita’ dan tentang ‘semua’.

Sudah waktunya kita melukis di tempat yang berbeda. Kau melukis akan sebuah gaun pengatin dengan warna keemasan – warna faforitmu. Dan aku melukis wajah samar, tak berarti bagiku siapa dalam gambar itu.

Kita adalah bagian sejarah era baru. Percayalah. Nanti di saat menua, kita bakalan dikenang sebagai pencipta rasa paling sempurna. Sesempurna kita pernah jatuh cinta.

Selaku manusia, dan selaku yang pernah bertahan sekalipun terhina, aku selalu berdoa pada tuhanku. Meminta agar tuhan memberikan kesehatan yang penuh untukmu, selalu memanjakan dirimu dalam situasi apapun.



Jangan lupa.! Aku menunggu undangan bahagiamu.

Boalemo, 7 Juni 2018



[1] , pu’ade berasal dari bahasa Gorontalo yang artinya; tempat pelaminan,






Photos

International

Intertainment

Sport

Election

© Copyright 2019 Faisal Saidi | All Right Reserved