Alfatihah Ibu. Selamat Hari Ibu - Faisal Saidi

Friday, December 21, 2018

Alfatihah Ibu. Selamat Hari Ibu

Alfatihah Ibu. Selamat Hari Ibu

Gambar; Google.com; Ibu.

Selamat hari Ibu. Untukmu yang masih sempat mencium tangan Ibu, untukmu yang masih bisa bertegur sapa dengan Ibu. Untukmu yang masih diberikan kesempatan memberikan terbaik kepada Ibu. Peluk erat dan mintalah doa kepadanya. Sebaik-baik doa di muka bumi ini adalah; doa seorang Ibu kepada anaknya.

Untukmu yang tidak sempat bertemu dengan Ibu. Untukmu yang tidak lagi melihat senyum Ibu. Untukmu yang tidak dapat lagi mencium tangan Ibu. Ziarahlah makam Ibu, Berdoalah di sana. Sisipkan doa di akhir sujudmu. Dan mintalah restu Ibu dalam setiap waktu di sepertiga malam. Restu dan doanya akan menyelamatkanmu  dalam perjalanan dunia..

•••

       Berhubung hari Ibu. Saya ingin menulis seputar kehidupan saya bersama Ibu. Tapi sebelumnya, saya perlu akui bahwa; saya tidak tahu sama sekali ternyata tanggal 22 Desember ini adalah hari di mana seluruh anak dengan ramai mendoakan Ibunya. Baru setelah banyak status berkeliaran di lini masa akun Facebook yang mengucapkan selamat hari Ibu, maka saya pun berpikir untuk mengabadikan hari Ibu dengan menulis waktu saya bersama Ibu – walaupun tidak banyak waktu saya bersamanya.

      Iya. Kehidupan saya bersama Ibu tidak menyenangkan seperti yang kamu pikirkan. Juga waktu saya bersama Ibu, tidak sebanyak seperti yang kamu kira. Bahkan tak banyak yang saya ingat tentang Ibu. Satu-satunya ingatan yang kuat di benak saya tentang Ibu adalah kesabarannya. Iya, sama dengan orang tua perempuan pada umumnya. Ibu adalah perempuan pertama yang saya kenal dengan kesabarannya. Selain itu, saya kenal Ibu hanya sekedar nama. “Mama”, dan orang memanggilnya, Suwarni.

       Seperti yang saya jelaskan di atas. Waktu saya bersama Ibu sangat tidak banyak. Saya kenal Ibu ketika duduk di bangku kelas 3 SD. Kenal dalam artian di sini adalah telah paham sedikitnya tentang raut wajah Ibu, tentang kepribadian Ibu, tentang siapa sebenarnya Ibu saya. Dan tentu sudah paham dengan kondisi kehidupan keluarga. Di umur belia seperti itu, Saya kenal, sangat kenal dengan Ibu. Pengenalan saya dengan Ibu bermula ketika saya merawat dia sakit. Menyuapi Ibu makan, membantu Ibu berjalan, bermain dengan Ibu, serta menghafal perkalian di depan Ibu setelah malam tiba – akhirnya hal ini menjadi rutinitas saya dan Ibu.

     Saya sungguh tidak tahu apa penyebab Ibu sakit sampai tidak bisa berdiri itu. Yang saya tahu saat itu adalah bagaimana merawat Ibu dan bermain dengannya. Konon kata orang, Ibu sakit bertahun lamanya. Tapi saya  tidak tahu. Saya benar-benar belum tahu, bisanya Ibu sakit selama itu. Dan kata orang, ketika Ibu sakit, Ayah dan saudara kandung saya yang merawat Ibu di rumah. Sebelum pada akhirnya Ibu meninggal ketika saya duduk di bangku kelas 5 SD. Sementara itu, ayah yang merawat Ibu dengan tulus dan sayang itu justru lebih dulu meninggal ketika saya duduk di bangku kelas 4 SD. Ayah mendahului Ibu bertemu sang Khaliq. Keduanya pergi hanya berbeda setahun.

      Ada hal yang luar biasa dengan Ibu. Ibu adalah perempuan yang sangat mencintai Ayah saya. Saking cintanya Ibu kepada Ayah, orang-orang, termasuk saudara kandung saya takut untuk memberitahukan kepada Ibu kalau saja ada yang terjadi kepada Ayah. Termasuk ketika Ayah meninggal. Saya ingat betul. Waktu itu, Ayah saya dikabarkan meninggal di Rumah Sakit. Sebelum jasad Ayah dibawa ke rumah, Ibu yang saat sakit dan nyaris tidak bersuara – hanya menggunakan sandi bicara itu, diantar di rumah orang tuanya. Selain kondisi Ibu yang tidak memungkinkan mendengar kabar Ayah telah meninggal, Ibu juga tidak bisa mendengar kalau saja Ayah terjadi apa-apa, reaksi yang muncul dari Ibu pasti marah besar, dan menangis keras kalau saja dia tahu bahwa ada yang terjadi dengan Ayah.

     Sore, jasad Ayah tiba di rumah. Keluarga, tetangga, dan kerabat Ayah berkumpul di sana. Tenda-tenda telah diatur rapi, suara menangis menggema di dalam rumah.

“Kinapa ini? So banyak orang ba kumpul bagini ada apa?”, tanya Ibu dengan suara kurang jelas dan keheranan.
“tidak. Mo beken acara Torang”, kakak saya menimpali pertanyaan Ibu dengan nada hati-hati.
“Mana te Radi, mana? Radi. Radi. Radi” Suara ibu meninggi dan menyebut-nyebut nama Ayah.
“Ada ti papa di kamar, ada tidor, capek dia, kurang sehat olo”, dengan menahan tangisnya, kakak saya kembali menjawab pertanyaan Ibu.
“Mana dia? Ti mama mo Lia dia ada saki, ti mama suka mo Lia dia”, ucap Ibu sambil menahan air mata.

 Singkat cerita. Keluarga dan saudara kandung saya akhirnya mengijinkan Ibu menemui Ayah yang tergeletak di pembaringan. Suasana semakin dramatis. Ibu yang saat itu pun percaya bahwa dia bertemu dengan Ayah yang sedang sakit, bukan yang telah meninggal.

“Radi, Radi. Saki apa ngana? Kenapa Ng tidak mo jawab ey. Radi. Ba sehat-sehat kasana ng”, ucap Ibu ketika berhadapan dengan Ayah, juga wajah ayah di usap penuh kasih oleh Ibu.
“kinapa ngana tidak basuara? Ngana marah kita ini? Radi!”, ucap Ibu dengan jatuhnya air mata.
“Mama, kase biar dulu ti papa istrhat a. Sadiki lagi somo sembuh itu”, kakak saya segera menangkan Ibu dan juga menuntun Ibu keluar dari kamar tempat Ayah berbaring.

      Setelah Ayah dikebumikan, beberapa hari kemudian, baru Ibu sadar, ternyata Ayah telah pergi dan meninggalkan kita semua. Ibu menangis, terisak-isak tiap malamnya, pada akhirnya menyusul Ayah setahun berikutnya.

•••

      Waktu saya bersama Ibu, benar-benar sedikit. Saya tidak sempat bermain banyak dengan dia, berbagi cerita bersamanya, dan memanjakan diri bersamanya. Di hari Ibu ini, sedikit saya cemburu. Cemburu dengan leluasa orang lain menggandeng tangan Ibunya, melihat banyak orang dengan senang berfoto dengan Ibu mereka, dan mengucapkan “selamat hari Ibu”. Tapi cemburu ini sedikit lagi akan reda. Hanya bersifat sementara, sebab, bertahun-tahun kebiasaan cemburu saya hanya bertahan tidak lama. Cemburu akan sembuh ketika doa telah saya panjatkan kepada Ibu.

Terakhir. Gunakanlah waktumu sebaik-baiknya bersama Ibu.

Alloohummaghfirlii waliwaalidayya warham humma kamaa rabbayaa nii shaghiiraa



Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2019 Faisal Saidi | All Right Reserved