Pu’Ade[1] - Faisal Saidi

Tuesday, June 19, 2018

Pu’Ade[1]

Pu’Ade[1]




  1. Semenjak itu, aku tak berani lagi jatuh cinta. Tak ingin bermain rasa, tak ingin lagi sumbang harap.
Semenjak itu, aku tak berani kenal perempuan, tak ingin menanam rindu, tak ingin membuka ruang.
Dan semenjak itu, aku ingin bebas    sebebas-bebasnya menikmati hidup tanpa ‘dirimu,’ di sana!

Bukan peduliku. Bagiku, Setelah cukup lama menghabiskan waktu memecahkan teka-teki yang kau suguhkan, sudah waktunya untuku mengubur dalam perihal cerita pendek tentang ‘kita’ dan tentang ‘semua’.

Sudah waktunya kita melukis di tempat yang berbeda. Kau melukis akan sebuah gaun pengatin dengan warna keemasan – warna faforitmu. Dan aku melukis wajah samar, tak berarti bagiku siapa dalam gambar itu.

Kita adalah bagian sejarah era baru. Percayalah. Nanti di saat menua, kita bakalan dikenang sebagai pencipta rasa paling sempurna. Sesempurna kita pernah jatuh cinta.

Selaku manusia, dan selaku yang pernah bertahan sekalipun terhina, aku selalu berdoa pada tuhanku. Meminta agar tuhan memberikan kesehatan yang penuh untukmu, selalu memanjakan dirimu dalam situasi apapun.



Jangan lupa.! Aku menunggu undangan bahagiamu.

Boalemo, 7 Juni 2018



[1] , pu’ade berasal dari bahasa Gorontalo yang artinya; tempat pelaminan,






Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2019 Faisal Saidi | All Right Reserved